BAB THAHAROH/BERSUCI


KITAB (2) BAB. THAHARAH / BERSUCI
1. TANDA BALIGH:
(فصل) علامات البلوغ ثلاث: تمام خمس عشرة سنه في الذكروالأنثى، والاحتلام في الذكر والأنثى لتسع سنين، والحيض في الأنثى لتسع سنين.ه.
Tanda Baligh Ada 3 :
1. Telah sempurma berumur 15 tahun bagi laki-laki maupun perempuan,
2. Bermimpi (mimpi basah, penj) bagi laki-laki maupun perempuan karena telah berumur 9 tahun,
3. Haidl bagi perempuan karena berumur 9 tahun.
*****
Syarah/Penjelasan:
Tanda Aqil Baligh laki-laki dan perempuan :
Laki-laki yang menginjak dewasa, ditandai dengan bermimpi peristiwa yang tidak pernah dialaminya di alam nyata, seperti bersenggama dengan seorang perempuan dan dengan sebab mimpi indah tersebut mengakibatkan keluarnya sperma yang sejak kecil tersimpannya. Dan biasanya laki-laki yang mengalami peristiwa tersebut pada usianya yang ke-15 tahun.
Jika laki-laki&perempuan yang sudah berusia 9 tahun dan sudah mengeluarkan sperma (mani) maka ia termasuk laki-laki/perempuan dewasa yang sudah aqil dan baligh : mukallaf, mukallaf yaitu seseorang yang wajib menjalankan perintah Tuhan dan menjauhi larangan-Nya.
(Nb :keluarnya sperma baik secara sengaja atau tidak sengaja"mimpi").
Sedangkan perempuan yang sudah mengeluarkan darah haidl biasanya keluar pada umur 9 tahun sudah termasuk perempuan dewasa yang sudah baligh dan mukallaf. Darah haidl adalah darah yang keluar dari vagina perempuan pada usia 9 tahun ke atas, dalam kondisi sehat, tidak dengan sebab sakit, dan tidak dengan sebab melahirkan. Warna darah haidl adalah hitam pekat dan panas. Sebab jika darah tersebut keluar dengan sebab sakit maka bukan lagi darah haidl melainkan darah istihadhal; sedangkan jika dengan sebab melahirkan maka dinamakan darah nifas.
9-15 Tahunnya hitungan (Hijriyah).
 
2. SYARAT WUDHU
(فصل) شروط الوضوء عشرة: الإسلام، والتمييز، والنقاء، عن الحيض، والنفاس، وعما يمنع وصول الماء إلى البشرة، وأن لا يكون على العضو ما يغير الماء الطهور، والعلم بفرضيته, وأن لايعتقد فرضا من فروضه سنة, ودخول الوقت، والموالاة لدائم الحدث.
Syarat Wudlu' Ada 10 :
1. Islam.
2. Tamyis.
3. Bersih dari haidl.
4. Bersih dari nifas.
5. Bebas dari sesuatu yang bisa mencegah sampainya air ke kulit,
6. Tidak ada sesuatu yang bisa merubah air pada anggota wudlu'
7. Mengetahui fardlu-fardlunya wudlu'
8. Tidak boleh menganggap (beri'tiqad, penj) satu fardlu' diantara fardlu-fardlu'nya wudlu' sebagai perbuatan sunnah,
9. Memasuki waktu shalat (bagi da-imul hadats, penj)
10. Bersegera bagi yang selalu berhadats (da-imul hadats).
*****
Syarah/Penjelasan :
Syarta Wudlu ada 10:
*Pertama, Islam. Mengecualikan Non-Islam.
*Kedua, tamyiz (pinter). Seseorang yang dapat membedakan hal dan bathil, benar dan salah. Sedangkan anak kecil dan orang gila tidak termasuk golongan orang yang tamyiz, sebab tidak bisa membedakan antara benar dan salah.
*Ketiga, bersih dari haidl dan nifas. Jelas, sebab wudlu biasanya bertujuan untuk mendirikan shalat. Sedangkan orang yang haidl dan nifas tidak boleh melakukan shalat atau ibadah seperti berwudlu.
*Keempat, bersih dari segala sesuatu yang dapat menghalangi sampainya air pada kulit tubuh manusia. Seperti cat atau mangsi yang menempel di kulit seseorang yang dapat menghalangi sampainya air ke kulit seseorang dapat membatalkan wudlu alias wudlunya tidak sah.
*Kelima, tidak ada perkara yang menempel di badan yang dapat merubah karakter air. Jika ada perkara yang menempel di tangan, misalkan, yang dapat merubah karakter air, seperti warna, bau dan rasanya, maka akan dapat membatalkan wudlu seseorang.
*Keenam, mengetahui ke-fardluan-nya wudlu.
*Ketujuh, tidak menyakini ke-fardluan sebagai ibadah sunnah
*Kedelapan, menggunakan air suci dan mensucikan. Artinya air yang suci dan bukan air najis serta bukan air yang sudah digunakan bersuci (musta’mal).
*Kesembilan, masuk waktu.
*Kesepuluh, muallah (tartib atau runut) cara membasuh di antara anggota wudlu bagi orang yang memiliki hadats permanen (daim al-hadats) seperti perempuan yang sedang menegluarkan darah istihadlhah yang disebut dengan mustahadhlah.
 
 
 
 

3. FARDHU WUDHU:
(فصل) فروض الوضوء ستة: الأول: النية، الثاني: غسل الوجه، الثالث: غسل اليدين مع المرفقين، الرابع: مسح شيء من الرأس، الخامس: غسل الرجلين مع الكعبين، السادس: الترتيب.
Fardlu Wudlu' Ada 6 :
1. Niat.
2. Membasuh wajah (niat dan membasuh wajah dilakukan bersamaan, penj).
3. Membasuh kedua tangan sampai kedua siku.
4. Mengusap sebagian dari kepala.
5. Membasuh kedua kaki sampai kedua lutut.
6. Tartib (dalam mengerjakan fardlu-fardlunya wudlu, penj).
*****
Syarah/Penjelasan:
Pertama, niat.
Definisi niat menurut kebahasaan adalah menyengaja (qashdu), dan menurut istilah niat adalah menyengaja sesuatu bersamaan dengan mengejakannya. Sebab, jika pekerjaannya diakhirkan maka dinamakan ‘azam (cita-cita), jadi bukan niat lagi. Tempatnya niat adalah di hati. Berarti jika niat dalam konteks wudlu, maka niat dihadirkan dalam hati ketika mengerjakan pekerjaan bembasuh wajah sebagai pekerjaan pertama dalam wudlu.
Kalimat niat dalam wudlu yaitu :
"Nawaytu al-wudlua li-raf’i al-hadatsi al-asghari lil-Lahi ta’ala."
(Aku berniat wudlu untuk menghilangkan hadats kecil, karena Allah Ta’ala).
Kedua membasuh wajah :
Batasan wajah yang wajib dibasuh dalam wudlu adalah jika arah memanjang adalah anggauta di antara tempat tumbuhnya rambut kepala secara umum dan di bawah kedua daging geraham luar (lahyayni), yaitu kedua tulang besar yang berada di samping bahwa wajah yang di dalam mulut merupakan tempat tumbuhnya gigi-gigi bawah. Sedangkan batasan wajah jika melebar yaitu anggauta di antara kedua telinga.
Ketiga, membasuh kedua tangan beserta sikut :
Segala sesuatu yang ada pada batasan tangan, baik berbentuk rambut, kutil, atau kuku, maka wajib dibasuh.
Keempat, membasuh sebagian kepala :
Maksudnya adalah jika kepala seseorang yang berambut, maka sudah dianggap cukup jika membasuh sebagian rambut yang menempel di atas kepalanya. Tapi kepala seseorang yang tidak ditumbuhi rambut, maka sebagian kulit kepalanya lah yang dibasuh. Tidak diwajibkan untuk membasuh seluruh kepala.
Kelima, membasuh kedua kaki bersama kedua mata kakinya :
Maksudnya segala sesuatu yang ada pada kaki, seperti rambut, kutil, kuku, dll maka wajib dibasuh.
Keenam, tartib :
Artinya mendahulukan anggauta yang harus didahulukan dan mengakhirkan anggauta yang harus didahulukan. Tidak boleh mendahulukan anggatua yang semestinya dibasuh pada runutan akhir, dan mengakhirkan anggota yang semestinya dibasuh pertama.
 
4. WAJIB MANDI:
(فصل) موجبات الغسل ستة: إيلاج الحشفة في الفرج، وخروج المنى والحيض والنفاس والولادة والموت.
Wajib Mandi Pada 6 Hal :
1. Memasukkan hasyafah kedalam Farji',
2. Keluar mani,
3. Haidl,
4. Nifas,
5. Melahirkan,
6. Maut.
*****
Syarah/Penjelasan:
Perkara yang Mewajibkan Mandi ada Enam:
*Pertama, Memasukkan penis (alat kelamin laki-laki) ke farji (vagina). Hal ini yang diwajibkan mandi adalah kedua belah pihak, laki-laki dan perempuan yang melakukannya.
*Kedua, Keluar Mani (Seperma). Baik keluarnya dengan sebab bermimpi dalam keadaan tidur atau keluar dalam keadaan terjaga, tetap mewajibkan mandi. Begitu pun keluar mani tidak disengaja atau disengaja, tetapi wajib mandi. Ciri-ciri air mani (seperma) yaitu 1). Baunya bagaikan adonan roti atau seperti manggar kurma, 2). Warnanya bagaikan warna putih telur, 3). Keluar dengan menyemburat (muncrat), 4). Keluarnya terasa nikmat dan enak.
*Ketiga, haidl. Darah haidl adalah darah yang keluar dalam kondisi perempuan sehat, tidak dalam keadaan setelah melahirkan, warna darahnya merah pekat, dan panas.
*Keempat, Nifas. Darah yang keluar setelah atau bersamaan dengan melahirkannya anak.
*Kelima, Melahirkan.
*Keenam, Kematian. Dengan dua syarat, 1). Orang Islam dan 2). Bukan mati syahid. Jika orang kafir atau orang yang mati syahid maka tidak wajib atau tidak boleh memandikannya.
 
5. FARDHU MANDI :
(فصل) فروض الغسل اثنان: النية، وتعميم البدن بالماء.
Fardlu Mandi Ada 2 :
1. Niat.
2. Meratakan (seluruh) badan dengan air.
Syarah/Penjelasan:
1. Niat, yaitu bermaksud menghilangkan hadas besar di awal membasuh anggota tubuh.
Adapun lafal niat sebagai berikut:
نَوَيْتُ الْغَسْلَ لِرَفْعِ الحَْدَثِ الأَكْبَرِ فَرْضًا لله تَعَالَى
Artinya: “Saya niat mandi untuk menghilangkan hadas besar karena Allah”.
2. Meratakan air ke seluruh bagian tubuh. Jangan sampai ada sesuatu yang dapat menghalangi sampainya air pada kulit semisal kotoran yang ada di bawah kuku, atau cat.
 
 
 

6. SYARAT BER-ISTINJA' :
(فصل) شروط إجزاء الحَجَرْ ثمانية: أن يكون بثلاثة أحجار، وأن ينقي المحل، وأن لا يجف النجس، ولا ينتقل، ولا يطرأ عليه آخر، ولا يجاوز صفحته وحشفته، ولا يصيبه ماء، وأن تكون الأحجار طاهرة.
Syarat-syarat bolehnya beristinja' dengan batu ada 8 yaitu :
1. Batu jumlahnya harus 3.
2. Bisa membersihkan tempatnya (najis, penj).
3. Najis belum kering.
4. Najis belum berpindah tempat.
5. Najis tidak bercampur dengan (najis, penj) yang lain.
6. Najis tidak melampoi hasyafah (bila kencing, penj).
7. Najis tidak terkena air.
8. Batu yang digunakan harus suci.
*****
Syarah/Penjelasan:
Bersuci Dengan Batu :
Bersuci adalah wajib bagi segala bentuk kotoran dan najis berupa air kencing, tai, darah, dan lain-lain yang keluar dari salah satu kedua jalan, dimana penyuciannya dapat menggunakan air atau menggunakan batu atau sejenis batu, yaitu benda padat dan keras yang suci dan bukan benda yang dimulyakan menurut Islam.
Ada dua alat atau benda yang dapat digunakan untuk bersuci, yaitu air dan batu. Masing-masing memiliki syarat-syaratnya sendiri agar dapat digunakan sebagai alat untuk bersuci. Di fasal (bab) ini telah diulas 8 syarat bersuci dengan menggunakan batu. Kita boleh bersuci hanya dengan menggunakan air yang telah memenuhi syarat untuk menghilangkan najis atau kotoran. Namun, yang lebih utama adalah menggunakan air dan batu sekaligus dalam mensucikan najis. Caranya adalah pertama-tama dengan menggunakan batu agar dapat menghilangkan kotoran atau najisnya dan kemudan langkah kedua yang disusul dengan menggunakan air agar dapat menghilangkan sisa-sisa kotoran yang masih ada atau masih menempel di badan. Namun sejatinya, jika hendak memilih salah satu dari air dan batu, maka yang lebih utama untuk bersuci adalah dengan menggunakan air. Meski dengan menggunakan batu juga boleh asalkan yang sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan tersebut.
 
7. MACAM - MACAM NAJIS
Dalam sholat kita harus terbebas dari hadats atau najis. Dalam Kitab Safinatun Naja yang ditulis Syaikh Salim bin Samir Al-Hadrami disebutkan ada 3 macam najis, yaitu :

1. Najis besar (mughallazoh), yaitu najis anjing, babi atau yang lahir dari salah satunya.
2. Najis ringan (mukhaffafah), yaitu air kencing bayi yang tidak makan, selain susu dari ibunya, dan umurnya belum sampai dua tahun.
3. Najis sedang (mutawassithoh), yaitu semua najis selain dua yang disebutkan tadi.


Cara menyucikan ketiga najis:

1. Najis besar (mughallazoh), menyucikannya dengan membasuh sebanyak tujuh kali, salah satunya menggunakan debu, setelah hilang ayin (benda) yang najis.
2. Najis ringan (mukhaffafah), menyucikannya dengan memercikkan air secara menyeluruh dan menghilangkan ayin yang najis.
3. Najis sedang (mutawassithoh) terbagi dua bagian, yaitu:
a. Ainiyyah yaitu najis yang masih nampak warna, bau, atau rasanya, maka cara menyucikan najis ini dengan menghilangkan sifat najis yang masih ada.
b. Hukmiyyah, yaitu najis yang tidak nampak warna, bau dan rasanya, maka cara menyucikan najis ini cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis tersebut. Wallahualam.***

 
 
8. AIR SEDIKIT DAN AIR BANYAK:
(فصل) الماء قليل وكثير: القليل مادون القلتين، والكثير قلتان فأكثر. القليل يتنجس بوقوع النجاسة فيه وإن لم يتغير. والماء الكثير لا يتنجس إلا إذا تغير طعمه أو لونه أو ريحه.
Air sedikit adalah air yang kurang dari dua (2) qullah. Air banyak adalah air mencapai dua (2) qullah atau lebih dari dua (2) dullah. Air sedikit bisa najis (dihukumi mutanajis, penj) jika terdapat najis didalamnya walaupun airnya tidak berubah. Air banyak tidak najis (tidak dihukumi najis, penj) walaupun terkena najis kecuali jika rasanya atau warnanya atau baunya berubah.
*****
Syarah/Penjelasan:
[2 Kullah bila diukur dengan liter yaitu 216 liter kurang lebih, bila diukur wadahnya yaitu 60x60x60 cm. Air yg kurang dari 2 kullah menjadi musta’mal bila terciprat air bekas bersuci yaitu bila terciprat air basuhan yg pertama karna basuhan yg pertamalah yg wajib. Adapun bila air itu kurang dari 2 kullah maka lebih baik dicedok dengan gayung jangan dikobok .
Al-Qoliilu Yatanajjasu Biwuquu’innajaasati Fiihi Wain Lam Yataghoyyar.
Dan air yg sedikit menjadi najis ia dengan kejatuhan najis padanya walaupun tidak berubah rasa, warna, dan baunya.
Walkatsiiru Laa Yatanajjasu Illaa Idzaa Taghoyyaro Tho’muhu , Aw Lawnuhu , Aw Riihuhu.
Dan air yang banyak tidaklah ia menjadi najis kecuali jika berubah rasa, atau warnanya, atau baunya.
*****
Penjelasan Makna:
Jenis Air
وعَنْ عَبدِ اللهِ بنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رسولُ الله صلى اللهُ عليه وسلم: إِذَا كَانَ المَآءُ قُلَّتَيْنِ لَمْ يَحمِلِ الخَبَثَ، وفي لَفْظٍ: لَمْ يَنْجُسْ، أَخْرَجَهُ الأَرْبَعَةُ، وَصَحَّحَهُ ابْنُ خُزَيْمَةَ والحاكمُ وابْنُ حِبَّانَ
Dari Abdullah bin Umar ra. berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila jumlah air mencapai dua qullah, tidak membawa kotoran. Dalam lafadz lainnya, Tidak membuat najis”.
Ibnu Khuzaemah, Al-Hakim dan Ibnu HIbban menshahihkan hadits ini. Sehingga ketentuan air harus berjumlah 2 qullah bukan semata-mata ijtihad para ulama saja, melainkan datang dari ketetapan Rasulullah SAW sendiri lewat haditsnya.
Istilah qullah adalah ukuran volume air yang digunakan di masa Rasulullah SAW masih hidup. Bahkan dua abad sesudahnya, para ulama fiqih di Baghdad dan di Mesir pun sudah tidak lagi menggunakan skala ukuran qullah. Mereka menggunakan ukuran rithl yang sering diterjemahkan dengan istilah kati. Sayangnya, ukuran rithl ini pun tidak standar, bahkan untuk beberapa negara-negara Arab sendiri. Satu rithl air buat orang Baghdad ternyata berbeda dengan ukuran satu rithl air buat orang Mesir.
Dalam banyak kitab fiqih disebutkan bahwa ukuran volume dua qulah itu adalah 500 rithl Baghdad. Tapi kalau diukur oleh orang Mesir, jumlahnya tidak seperti itu. Orang Mesir mengukur dua qullah dengan ukuran rithl mereka dan ternyata jumlahnya hanya 446 3/7 Rithl.
Orang-orang Syam mengukurnya dengan menggunakan ukuran mereka yang namanya rithl jumlahnya hanya 81 rithl. Namun demikian, mereka semua sepakat volume dua qullah itu sama, yang menyebabkan berbeda karena volume satu rithl Baghdad berbeda dengan volume satu rithl Mesir dan volume satu rithl Syam.
Para ulama kontemporer kemudian mencoba mengukurnya dengan besaran zaman sekarang. Dan ternyata dalam ukuran masa kini kira-kira sejumlah 270 liter. Demikian disebutkan oleh Dr. Wahbah az-Zuhaili dalam Al-Fiqhul Islami Wa Adillatuhu, jilid 1/ hal.60.
Air yang kurang dari 270 liter terkasuk bukan air dua qullah jika kejatuhan najis atau benda najis, maka air menjadi najis meskipun karakter air tidak berubah baik warna, rasa dan baunya. Sedangkan air yang mencapai 270 liter atau lebih termasuk air banyak, jika kejatuhan najis maka tidak menjadi najis apabila karakter airnya tidak berubah baik warna, rasa dan bau. Namun jika mengalami perubahan baik warna, rasa atau baunya, maka menjadi air yang najis.
Persoalan air dalam suatu wadah jumlahnya kurang dari 270 liter, lalu digunakan untuk berwudhu, mandi janabah atau kemasukan air yang sudah digunakan untuk berwudhu`, maka air itu dianggap sudah musta`mal. Air itu suci secara fisik lahiriyah, tapi tidak bisa digunakan untuk bersuci . Tapi bila bukan digunakan untuk wudhu` seperti cuci tangan biasa, maka tidak dikategorikan air musta`mal.
Namun kalau kita telliti lebih dalam, ternyata pengertian musta`mal di antara fuqoha mazhab masih terdapat variasi perbedaan. Sekarang mari coba kita dalami lebih jauh dan kita cermati perbedaan pandangan para fuqaha tentang pengertian air musta’mal, atau bagaimana suatu air itu bisa sampai menjadi musta’mal:
a. Ulama Al-Hanafiyah :
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats atau untuk qurbah. Maksudnya untuk wudhu` sunnah atau mandi sunnah. Tetapi secara lebih detail, menurut mazhab ini bahwa yang menjadi musta`mal adalah air yang membasahi tubuh saja dan bukan air yang tersisa di dalam wadah. Air itu langsung memiliki hukum musta`mal saat dia menetes dari tubuh sebagai sisa wudhu` atau mandi.
Sedangkan air yang di dalam wadah tidak menjadi musta`mal. Bagi mereka, air musta`mal ini hukumnya suci tapi tidak bisa mensucikan. Artinya air itu suci tidak najis, tapi tidak bisa digunakan lagi untuk wudhu` atau mandi.
Keterangan seperti ini bisa kita lihat pada kitab Al-Badai` jilid 1 hal. 69 dan seterusnya, juga Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 hal. 182-186, juga Fathul Qadir 58/1,61.
b. Ulama Al-Malikiyah :
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk mengangkat hadats baik wudhu` atau mandi. Dan tidak dibedakan apakah wudhu` atau mandi itu wajib atau sunnah. Juga yang telah digunakan untuk menghilangkan khabats.
Dan sebagaimana Al-Hanafiyah, mereka pun mengatakan bahwa yang musta`mal hanyalah air bekas wudhu atau mandi yang menetes dari tubuh seseorang. Namun yang membedakan adalah bahwa air musta`mal dalam pendapat mereka itu suci dan mensucikan. Artinya, bisa dan syah digunakan untuk mencuci najis atau wadah. Air ini boleh digunakan lagi untuk berwudhu` atau mandi sunnah selama ada air yang lainnya meski dengan karahah.
Keterangan ini bisa kita dapati manakala kita membukan kitab As-Syahru As-Shaghir 37/1-40, As-Syarhul Kabir ma`a Ad-Dasuqi 41/1-43, Al-Qawanin Al-Fiqhiyah hal. 31, Bidayatul Mujtahid 1 hal 26 dan sesudahnya.
c. Ulama Asy-Syafi`iyyah :
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air sedikit yang telah digunakan untuk mengangkat hadats dalam fardhu taharah dari hadats. Air itu menjadi musta`mal apabila jumlahnya sedikit yang diciduk dengan niat untuk wudhu` atau mandi meski untuk untuk mencuci tangan yang merupakan bagian dari sunnah wudhu`.
Namun bila niatnya hanya untuk menciduknya yang tidak berkaitan dengan wudhu`, maka belum lagi dianggap musta`mal. Termasuk dalam air musta`mal adalah air mandi baik mandinya orang yang masuk Islam atau mandinya mayit atau mandinya orang yang sembuh dari gila. Dan air itu baru dikatakan musta`mal kalau sudah lepas/ menetes dari tubuh.
Air musta`mal dalam mazhab ini hukumnya tidak bisa digunakan untuk berwudhu` atau untuk mandi atau untuk mencuci najis. Karena statusnya suci tapi tidak mensucikan. Silahkan lihat pada kitab Mughni Al-Muhtaj 1/20 dan Al-Muhazzab jilid 5.
d. Ulama Al-Hanabilah :
Air musta`mal dalam pengertian mereka adalah air yang telah digunakan untuk bersuci dari hadats kecil atau hadats besar atau untuk menghilangkan najis pada pencucian yang terakhir dari 7 kali pencucian. Dan untuk itu air tidak mengalami perubahan baik warna, rasa maupun aromanya.
Selain itu air bekas memandikan mayit pun termasuk air musta`mal. Namun bila air itu digunakan untuk mencuci atau membasuh sesautu yang di luar kerangka ibadah, maka tidak dikatakan air musta`mal. Seperti membasuh muka yang bukan dalam rangkaian wudhu`. Atau mencuci tangan yang bukan dalam kaitan wudhu`.
Dan selama air itu sedang digunakan untuk berwudhu` atau mandi, maka belum dikatakan musta`mal. Hukum musta`mal baru jatuh bila seseorang sudah selesai menggunakan air itu untuk wudhu` atau mandi, lalu melakukan pekerjaan lainnya dan datang lagi untuk wudhu` atau mandi lagi dengan air yang sama. Barulah saat itu dikatakan bahwa air itu musta`mal. Mazhab ini juga mengatakan bahwa bila ada sedikit tetesan air musta`mal yang jatuh ke dalam air yang jumlahnya kurang dari 2 qullah, maka tidak mengakibatkan air itu menjadi `tertular` kemusta`malannya.
Air ada dua Macam; air yang sedikit (ma’ al-qalil) dan air banyak (ma’ al-katsir). Air sedikit batasannya adalah air yang kurang dari dua qullah. Sedangkan air yang tergolong banyak adalah air yang mencapai dua qullah atau lebih.
Istilah qullah adalah ukuran volume air, memang asing buat telinga kita. Sebab ukuran ini tidak lazim digunakan di zaman sekarang ini. Kita menggunakan ukuran volume benda cair dengan liter, meter kubik atau barrel.
 
 


 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar